Senin, 25 Mei 2009

Rasul Cermin Keadilan dan Kebijaksanaan Allah

Muhammad, sebuah nama yang yang kurang populer di zamannya khususnya kaum Quraisy pada waktu itu, nama tersebut diberikan ke seorang bayi yang terlahir tanpa ayah sejak ia berada tujuh bulan dalam kandungan ibunya. Seakan belum cukup dengan itu semua,ketika ia berumur enam tahun ibunya Siti Aminah meninggal sesaat setelah menziarahi pusara ayahnya. Betapa hebatnya cobaan Muhammad kecil yang telah didera beragam ujian dari Allah seakan menyiratkan amanah besar di kemudian hari yang akan dipikulnya nanti. Semenjak itu pula ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib sang Pembesar Quraisy yang terkenal, untuk sementara hati Muhammad kecil terhibur sejenak dengan curahan kasih sayang kakeknya yang begitu melimpah. Namun takdir berkata lain, dua tahun setelah itu, tepatnya pada saat berumur delapan tahun ia kembali kehilangan orang yang dikasihinya menyusul kedua orang tuanya yang telah lebih dahulu dipanggil oleh Allah.Lengkaplah sudah pederitaan Muhammad kecil yang telah kehilangan semua orang yang dicintainya dalam bilangan waktu yang sangat singkat.

Bertubi-tubi cobaan yang datang silih berganti kepada Muhammad tiada lain merupakan masa pelatihan mental dan fase pembentukkan jiwa yang tegar serta pribadi yang kokoh, agar di kemudian hari ia siap menyandang predikat kenabian sebagai Nabi Akhir Zaman, sebuah gelar tertinggi yang diberikan Allah kepada manusia untuk menyampaikan sebuah ajaran mulia yang bernama Islam.

Setelah Beliau resmi diangkat menjadi Rasul dengan turunnya Surat Al-Alaq (1-5) dan menjadikannya makhluk termulia di sejagad raya ini, tidaklah dengan serta merta menghentikan ujian Allah yang akan dihadapinya nanti. Bahkan lebih berat daripada sebelum masa kenabiannya. Beratnya perjuangan Nabi Muhammad tercatat sebagai cobaan terberat yang pernah dirasakan seorang manusia dalam sejarah perjalanan kehidupannya. Diawali dengan pengusiran oleh kaumnya, hingga percobaan pembunuhan terhadap dirinya.

Ini membuktikan bahwa keadilan Allah tetaplah berlaku bagi setiap manusia di muka bumi ini tanpa terkecuali Nabi Muhammd Sang Kekasih Allah. Setiap siklus kehidupan manusia diharuskan melewati sunnatullah yang sudah ada, bahkan seorang Nabi pun harus merasakan penderitaan terlebih dahulu sebelum mencapai tujuannya, meskipun tujuan tersebut adalah hal yang mulia yakni menyiarkan agama Allah. Namun Allah sudah menggariskan bahwa segala sesuatu diciptakan berpasangan, ada panas; ada dingin, ada siang; ada malam, begitu juga ada kesulitan; ada juga kemudahan ; Inna ma’al usri yusraa.

Cobaan yang diberikan kepada manusia oleh Allah, merupakan ujian yang berupa persoalan dan permasalahan kehidupan yang harus dijawab manusia dengan solusi pasti dan akurat, berupa penjabaran nilai-nilai moril yang terdapat dalam Dien Islam, kesemuanya ini bisa dirangkai menjadi sebuah kesatuan harmonis dengan perantara pena kehidupan, yakni akal manusia untuk memilah nilai moril yang cocok bagi setiap permasalahan yang ada.

Seringkali penilaian subyektif negatif terhadap sebuah ujian memboomingkan styreotif bahwa ia identik dengan cobaan yang menyudutkan manusia dalam kondisi yang sulit, menghimpit juga sempit, sehingga mengotori makna suci ujian yang sebenarnya merupakan lapangan penggemblengan jiwa manusia untuk menumbuhkan karakteristik berperilaku yang arif dan bijaksana. Ini bisa dibuktikan dengan keragaman ujian yang dirasakan bagi setiap individu yang ada, perbedaan ini diciptakan berdasarkan kesesuaian antara kemampuan manusia dengan setiap ujian yang diberikannya. Boleh jadi, ujian seorang rakyat kecil akan terasa sangat berat apabila diberikan kepada seorang pemimpin negara, demikian juga sebaliknya. Segala sesuatu mempunyai kadar dan ketetapannya masing-masing, dan jangan pernah meragukan ketentuan yang seadil-adilnya dari yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar